Term baru yang tidak sengaja saya temukan kala berselancar di dunia maya. Awalnya, saya sedang buka-buka artikel di wikipedia berkaitan dengan istilah 2 + 2 = 5 (two plus two makes five), salah satu judul lagu Radiohead di Album Studionya yang bertajuk Hail to the Thief. Ternyata term itu adalah slogan yang dipakai oleh George Orwell di novelnya yang berjudul Nineteen Eighty-Four. Di artikel novel itu banyak istilah Orwell yang menjadi vernacular, salah satunya doublethink.
“Doublethink means the power of holding two contradictory beliefs in one's mind simultaneously, and accepting both of them.”
Kata mbah wikipedia, doublethink itu adalah sinonim dari cognitive dissonance. Apa itu? Yuk, cekidot!
Cognitive Dissonance adalah teori dalam bidang psikologi yang dikembangkan oleh Leon Festinger (1957), yang berarti perasaan tidak nyaman yang datang karena ada dua pemikiran yang saling berkontradiksi di pikiran kita pada waktu yang sama.
Manusia memiliki banyak kognisi dalam bentuk yang bermacam-macam. Menurut teori cognitive dissonance, kita cenderung mencari konsistensi di antara kognisi-kognisi itu. Dua kognisi yang tidak saling mempengaruhi disebut Irrelevant, sedangkan dua kognisi menjadi Consonant jika mereka saling mempengaruhi dan cocok satu dan lainnya. Jika terjadi kontradiksi atas dua kognisi dalam waktu yang sama, maka seseorang itu pastilah sedang mengalami Dissonance.
Dissonance ini menimbulkan suatu tensi psikologis tertentu yang tidak mengenakkan. Tensi ini sama seperti perasaan ketika kita lapar. Saat lapar kita tahu, untuk menghilangkannya, kita mencari sesuatu yang bisa kita makan, agar lapar itu berkurang bahkan hilang. Begitupun saat mengalami dissonance (sekarang kita sebut saja disonansi yah), ada tensi yang mendesak kita untuk menguranginya. Tapi sayangnya, mengurangi tensi yang ditimbulkan oleh disonansi ini tidak semudah seperti menghilangkan lapar, karena disonansi ada hubungannya dengan kepercayaan yang kita pegang dan kepercayaan itu tertantang oleh kepercayaan lain yang bertolak belakang.
Contoh:
Saya hanya mau kuliah di kampus yang menyenangkan (Kognisi 1)
Tempat kuliah saya sekarang tidak menyenangkan (Kognisi 2)
Kognisi yang saling bertentangan itu akan menimbulkan disonansi. Untuk meminimalisir tensi yang dihasilkannya, ada tiga cara:
- Changing Cognition: mengubah salah satu kognisi yang bertentangan agar menjadi consonant dengan kognisi yang lain. (“Mungkin kuliah di kampus ini memang seperti ini, tidak menyenangkan. Ya sudahlah”).
- Adding Cognition: menambahkan satu atau lebih kognisi yang lebih consonant. (“Dengan kuliah, ilmu saya menjadi luas, kenalan jadi banyak, dan lagi kuliah di sini murah dibanding di tempat lain”).
- Altering Important: karena kognisi-kognisi itu berhubungan dengan kepentingan pribadi kita, maka salah satu cara mengurangi disonansi antara kognisi itu adalah dengan mengganti kepentingan kita. (“Saya lebih baik berhenti kuliah saja dan pindah ke kampus lain dari pada tidak senang seperti ini”).