Sunday 13 May 2012

Agnes Monica’s Teruskanlah: Bad Faith of a Woman as the Other


Halo. Selamat Hari Minggu.

Analisis kali ini lagi-lagi tentang perempuan. Objek analisisnya adalah lirik lagu Agnes Monica yang berjudul Teruskanlah. Lagu ini bisa dianggaplah ya sebuah anthem bagi sebagian perempuan yang merasa kekasihnya terlalu asyik dengan dunianya sendiri. Salah satu perempuan yang saya kenal suka dengan lagu ini sampai overplayed. Ngahaha…

Okey, analisis kali ini menggunakan sudut pandang eksistensialisme milik nyonya Simone de Beauvoir. Dalam bukunya The Second Sex, filsuf eksistensialisme dan juga feminis asal Perancis itu membahas bagaimana perempuan selalu menjadi objek, the Other, di dunia patriarkis ini.

Sebelum delving into the analysis, mari kita tengok-tengoklah dulu penggalan lirik lagu Teruskanlah itu:

Pernahkah kau bicara
Tapi tak di dengar
Tak di anggap
Sama sekali


Pernahkan kau tak salah
Tapi disalahkan
Tak di beri
Kesempatan

Bagian lirik sebelah sini mencerminkan bahwa perempuan itu tidak penting dan selalu menjadi sumber gara-gara. Perempuan, pada bagian ini, digambarkan sebagai apa yang de Beauvoir bilang the Other, “the inessential as opposed to the essential”, the Self, laki-laki. Karena posisinya sebagai the inessential, yang tidak penting, itulah perempuan ini tidak didengar dan tidak dianggap oleh kekasihnya.

Kenapa perempuan ini ‘disalahkan’ dan ‘tak diberi kesempatan’? De Beauvoir dalam The Second Sex mengutip Montaigne: “It is easier to accuse one sex than to excuse the other”. Sikap arogansi dan kurang respeknya laki-laki terhadap perempuan disebabkan oleh kekhawatirannya atas kehilangan kekuasaan dan kekuatan, seperti yang diutarakan De Beauvoir: “…indeed no one is more arrogant towards women, more aggressive or scornful, than the man who is anxious about his virility.”

Sebelum lanjut ke reffrain lagu, mari telaah verse keduanya dulu:

Kau tak butuh diriku
Aku patung bagimu
Cinta bukan
Kebutuhan mu

Hubungan perempuan dan laki-laki itu merupakan hubungan simbiosis. Naturally, mereka saling membutuhkan satu sama lain atau interdependen. De Beauvoir menyebutkan dua kebutuhan laki-laki yang membuatnya tergantung kepada perempuan: sexual desire dan the desire for offspring. Maka pada dasarnya, ketergantungan laki-laki pada perempuan adalah untuk pemenuhan hasrat primordial seperti sex. Makanya, perempuan di lagu ini bilang kalau cinta itu bukan kebutuhan laki-laki. Well, maybe he needs more, Agnes… :D

Lalu apa yang membuat perempuan tergantung kepada laki-laki? De Beauvoir berpendapat bahwa laki-laki mampu menyediakan perlindungan material kepada perempuan. Hal itu terjadi karena beberapa faktor: biologis, psikis, dan ekonomis. Dalam dunia patriarkis ini laki-laki menempati posisi yang superior atas tiga aspek tadi, sedangkan perempuan, si inferior, membutuhkan laki-laki sebagai pelindungnya karena keterbatasan biologis, psikis, dan ekonomisnya. Menurut eksistensialis, setiap orang , termasuk perempuan, yang terlahir ke dunia memiliki kebebasan untuk menentukan hidupnya sendiri regardless their condition, including their bodies capability. Ketergantungan kepada laki-laki dan ketidaksanggupan perempuan untuk meraih kebebasan sendirilah merupakan faktor utama terjadinya bad faith.

Maka dari itu, mari lanjut ke bagian reffrainnya…

Kuhidup dengan siapa
Ku tak tau kau siapa
Kau kekasihku tapi
Orang lain bagiku


Kau dengan dirimu saja
Kau dengan duniamu saja
Teruskan lah.. Teruskan lah
Kau begitu

De Beauvoir berkata begini:
“For woman, the absence of her lover is always torture… As soon as he looks at anything other than herself, he frustrates her…; away from him, she is dispossessed, even when seated at her side reading or whatever, he is abandoning her, betraying her.”

Inilah siksaannya. Perempuan selalu merasa diabaikan karena perhatian laki-laki selalu teralih darinya. Bahkan ketika sedang bersamanya namun kekasihnya itu melakukan kegiatan lain, seperti membaca misalnya, perempuan selalu merasa diabaikan. Perempuan dalam lagu ini pun merasa tidak dihiraukan hingga ia tidak mengenal kekasihnya sendiri. Tapi meskipun begitu, “teruskanlah…”, seolah perempuan itu nerimo-nerimo saja diperlakukan seperti itu (ckckck…). Itulah yang de Beauvoir sebut dengan women’s bad faith, kegagalan perempuan dalam meraih kebebasannya sendiri karena takut kehilangan apa yang telah diraihnya dari eksistensi laki-laki, yaitu perlindungan. Memang menarik punya kontrol penuh atas kehidupan ini, tapi untuk mengorbankan keamanan, perlindungan, dan kenyamanan yang laki-laki beri, terasa riskan untuk perempuan mencapai kebebasannya sendiri di dunia yang didominasi oleh laki-laki ini.

Maka kesimpulannya, perempuan yang digambarkan di lagu ini adalah perempuan yang, menurut eksistensialis, terjangkit bad faith. Karena ke-otherness-annya, perempuan menjadi manusia yang malafide, hidupnya digariskan, bersedia menjadi objek, dan melarikan diri dari tanggung jawab untuk mencapai kebebasannya sendiri. Makanya meskipun diabaikan, diremehkan, dan tidak dihiraukan oleh kekasihnya, she doesn’t mind, she keeps saying “teruskanlah…” (it’s okey yang penting you kasih I money buat shopping-shopping) :P.


Disclaimer: Tulisan ini bukan berarti menyarankan perempuan untuk hidup bebas tanpa didampingi laki-laki, atau menyarankan agar menjadi perawan sampai tua, engga, bukan gitu. Bukan seperti yang para post-feminis pikirin hahaha, for this is MERELY an analysis. Dan saya rasa Simone de Beauvoir juga tidak menyarankan seperti itu dalam The Second Sex. Karena pada kenyataannya juga dia kan in a life-long relationship dengan rekan sesama eksistensialis, Jean-Paul Sartre.

Satu quote de Beauvoir yang saya suka:
“On the day when it will be possible for woman to love not in her weakness but in strength, not to escape herself but to find herself, not to abase herself but to assert herself -- on that day love will become for her, as for man, a source of life . . .”

4 comments:

  1. mentang2 yg nyiptain lagunya ama penyanyi nya perempuan terus si aku dalam lagu ini kamu consider sebagai seorang perempuan?
    coba mana cik d lirik lagunya yg jelas2 secara eksplisit kl dia adalah seorang perempuan? atau ini cuma persepsi kamu aja?

    ReplyDelete
    Replies
    1. emang ga ada clue yang jelas sih tentang identitas gender si persona yang ada di lirik lagu ini, saya juga sempet mikir kesitu, jangan-jangan si persona ini seorang lesbian yang pacarnya juga perempuan, atau si persona ini laki-laki hetero yang dicuekin sama pacar perempuannya (watir), atau si persona ini laki-laki gay yang menjalin hubungan dengan laki-laki yang tiis.
      tapi kalau analisis ini mengikutsertakan video klipnya sebagai salah satu objek analisis, mungkin analisis saya bisa agak valid yah hahaha
      maka saya beranggapan si "aku" yang ada di lirik ini perempuan karena yang nyanyi (saya ga terlalu meduliin pencipta lagunya juga sih) itu perempuan, dan yang ada di video klip itu modelnya perempuan dan laki-laki.
      makasiiiiih ya velen udah komeeeeeeen hahahaha :D

      Delete
  2. Okay so it is only ur interpretation right?
    Since u didnt include the video as ur analisis objek, jadi blm terlalu valid kalau kata saya mah
    Maybe later u can say 'let's just assume' atau appun lah yah, karna aku disini kan blm tntu keabsahan akan gendernya

    Ahh udh ah segitu aja, takut ada yg matiin hp selama 6jam lagi hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaah begitulah hahaha... lain kali saya menyertakan kata 'asumsi' itu yah supaya rada legitimate yah hahaha siaaaaaaaal..

      Delete