Thursday 14 June 2012

Monologue Analogue








Yashica FX-3 Super 2000 with B/W negative film ISO100
taken around bandung by citra and velentina

Sunday 13 May 2012

Agnes Monica’s Teruskanlah: Bad Faith of a Woman as the Other


Halo. Selamat Hari Minggu.

Analisis kali ini lagi-lagi tentang perempuan. Objek analisisnya adalah lirik lagu Agnes Monica yang berjudul Teruskanlah. Lagu ini bisa dianggaplah ya sebuah anthem bagi sebagian perempuan yang merasa kekasihnya terlalu asyik dengan dunianya sendiri. Salah satu perempuan yang saya kenal suka dengan lagu ini sampai overplayed. Ngahaha…

Okey, analisis kali ini menggunakan sudut pandang eksistensialisme milik nyonya Simone de Beauvoir. Dalam bukunya The Second Sex, filsuf eksistensialisme dan juga feminis asal Perancis itu membahas bagaimana perempuan selalu menjadi objek, the Other, di dunia patriarkis ini.

Sebelum delving into the analysis, mari kita tengok-tengoklah dulu penggalan lirik lagu Teruskanlah itu:

Pernahkah kau bicara
Tapi tak di dengar
Tak di anggap
Sama sekali


Pernahkan kau tak salah
Tapi disalahkan
Tak di beri
Kesempatan

Bagian lirik sebelah sini mencerminkan bahwa perempuan itu tidak penting dan selalu menjadi sumber gara-gara. Perempuan, pada bagian ini, digambarkan sebagai apa yang de Beauvoir bilang the Other, “the inessential as opposed to the essential”, the Self, laki-laki. Karena posisinya sebagai the inessential, yang tidak penting, itulah perempuan ini tidak didengar dan tidak dianggap oleh kekasihnya.

Kenapa perempuan ini ‘disalahkan’ dan ‘tak diberi kesempatan’? De Beauvoir dalam The Second Sex mengutip Montaigne: “It is easier to accuse one sex than to excuse the other”. Sikap arogansi dan kurang respeknya laki-laki terhadap perempuan disebabkan oleh kekhawatirannya atas kehilangan kekuasaan dan kekuatan, seperti yang diutarakan De Beauvoir: “…indeed no one is more arrogant towards women, more aggressive or scornful, than the man who is anxious about his virility.”

Sebelum lanjut ke reffrain lagu, mari telaah verse keduanya dulu:

Kau tak butuh diriku
Aku patung bagimu
Cinta bukan
Kebutuhan mu

Hubungan perempuan dan laki-laki itu merupakan hubungan simbiosis. Naturally, mereka saling membutuhkan satu sama lain atau interdependen. De Beauvoir menyebutkan dua kebutuhan laki-laki yang membuatnya tergantung kepada perempuan: sexual desire dan the desire for offspring. Maka pada dasarnya, ketergantungan laki-laki pada perempuan adalah untuk pemenuhan hasrat primordial seperti sex. Makanya, perempuan di lagu ini bilang kalau cinta itu bukan kebutuhan laki-laki. Well, maybe he needs more, Agnes… :D

Lalu apa yang membuat perempuan tergantung kepada laki-laki? De Beauvoir berpendapat bahwa laki-laki mampu menyediakan perlindungan material kepada perempuan. Hal itu terjadi karena beberapa faktor: biologis, psikis, dan ekonomis. Dalam dunia patriarkis ini laki-laki menempati posisi yang superior atas tiga aspek tadi, sedangkan perempuan, si inferior, membutuhkan laki-laki sebagai pelindungnya karena keterbatasan biologis, psikis, dan ekonomisnya. Menurut eksistensialis, setiap orang , termasuk perempuan, yang terlahir ke dunia memiliki kebebasan untuk menentukan hidupnya sendiri regardless their condition, including their bodies capability. Ketergantungan kepada laki-laki dan ketidaksanggupan perempuan untuk meraih kebebasan sendirilah merupakan faktor utama terjadinya bad faith.

Maka dari itu, mari lanjut ke bagian reffrainnya…

Kuhidup dengan siapa
Ku tak tau kau siapa
Kau kekasihku tapi
Orang lain bagiku


Kau dengan dirimu saja
Kau dengan duniamu saja
Teruskan lah.. Teruskan lah
Kau begitu

De Beauvoir berkata begini:
“For woman, the absence of her lover is always torture… As soon as he looks at anything other than herself, he frustrates her…; away from him, she is dispossessed, even when seated at her side reading or whatever, he is abandoning her, betraying her.”

Inilah siksaannya. Perempuan selalu merasa diabaikan karena perhatian laki-laki selalu teralih darinya. Bahkan ketika sedang bersamanya namun kekasihnya itu melakukan kegiatan lain, seperti membaca misalnya, perempuan selalu merasa diabaikan. Perempuan dalam lagu ini pun merasa tidak dihiraukan hingga ia tidak mengenal kekasihnya sendiri. Tapi meskipun begitu, “teruskanlah…”, seolah perempuan itu nerimo-nerimo saja diperlakukan seperti itu (ckckck…). Itulah yang de Beauvoir sebut dengan women’s bad faith, kegagalan perempuan dalam meraih kebebasannya sendiri karena takut kehilangan apa yang telah diraihnya dari eksistensi laki-laki, yaitu perlindungan. Memang menarik punya kontrol penuh atas kehidupan ini, tapi untuk mengorbankan keamanan, perlindungan, dan kenyamanan yang laki-laki beri, terasa riskan untuk perempuan mencapai kebebasannya sendiri di dunia yang didominasi oleh laki-laki ini.

Maka kesimpulannya, perempuan yang digambarkan di lagu ini adalah perempuan yang, menurut eksistensialis, terjangkit bad faith. Karena ke-otherness-annya, perempuan menjadi manusia yang malafide, hidupnya digariskan, bersedia menjadi objek, dan melarikan diri dari tanggung jawab untuk mencapai kebebasannya sendiri. Makanya meskipun diabaikan, diremehkan, dan tidak dihiraukan oleh kekasihnya, she doesn’t mind, she keeps saying “teruskanlah…” (it’s okey yang penting you kasih I money buat shopping-shopping) :P.


Disclaimer: Tulisan ini bukan berarti menyarankan perempuan untuk hidup bebas tanpa didampingi laki-laki, atau menyarankan agar menjadi perawan sampai tua, engga, bukan gitu. Bukan seperti yang para post-feminis pikirin hahaha, for this is MERELY an analysis. Dan saya rasa Simone de Beauvoir juga tidak menyarankan seperti itu dalam The Second Sex. Karena pada kenyataannya juga dia kan in a life-long relationship dengan rekan sesama eksistensialis, Jean-Paul Sartre.

Satu quote de Beauvoir yang saya suka:
“On the day when it will be possible for woman to love not in her weakness but in strength, not to escape herself but to find herself, not to abase herself but to assert herself -- on that day love will become for her, as for man, a source of life . . .”

Saturday 12 May 2012

Journal Entry #1: On Writing



Well, it takes a lot of effort to feel good, doesn't it? Even one single tweet posted in trashy world of Twitter can get you sooo down low low brow joooow ha ha ha haa... But to lighten up? You'll need a bunch of guts.
Really, feeling good is a choice. It is definitely a choice. You can either let yourself drowned in the quicksand of your own head-made insecurity, or you can just stop giving a fuck and carry on.
In my case, I choose carrying on and getting over trivial things that are not worth thinking. So, I channel my energy to other things that bring me benefits.

Like writing...

Writing is a really good therapy. I feel my writing is getting evolved. It gets better from time to time. Writing journal and blogs like this really helps. I know it's a good idea to write, even for a damn crap like this. It's nice to pour all of my thought into writing and I can feel less stressed.

Writing helps me remember. I read it somewhere that you cannot rely on your memory, you have to write it down. Right. Writing is just like a photograph. It instills the present moments in a camera called language.

Writing helps me grow. I can evaluate my previous writing pieces and make a better one in the future.

Last but not least... Writing helps me feel good.

Tuesday 1 May 2012

Telepon Genggam dan Buku


Tika dan Tiwi pergi ke sebuah restoran untuk makan siang. Setelah memesan makanan, mereka sama-sama punya satu waktu senggang bersamaan, yaitu menunggu makanan terhidang. Karena intensitas pertemuan mereka yang besar, terkadang mereka kehabisan topik untuk dibicarakan. Daripada berdiam, mereka pun mulai menyibukkan diri, sekedar mengalihkan perhatian.

Adalah normal melewati kesenggangan itu dengan memegang, mengoprasikan, atau memilin-milin telepon genggam. Kebanyakan orang seperti itu. Itulah yang Tika bilang normal.

Dan Tika tertawa melihat Tiwi mengeluarkan buku dan membacanya, sedang Tika sendiri membaca dan mengetik sms yang isinya memberitahu pacarnya bahwa ia sedang makan siang.

Respon Tika ketika menyadari bahwa temannya tengah membaca adalah: “Cieee, baca buku. Simpen dulu ih, masa mau makan baca?” Seolah-olah bagi Tika, membaca bukan hal yang normal. Tidak jika sambil menunggu makanan.

Tiwi mendongak menatap Tika yang barusan bicara dan sekarang asyik lagi dengan telepon genggamnya, maka ia pun memilih diam saja dan kembali ke bacaannya. Ia juga merasa bahwa membaca buku tidak cocok dalam waktu-waktu seperti ini. Jika saja telepon genggamnya tidak tertinggal di rumah, pasti saat ini ia juga sedang asyik mengobrol lewat sms dan mengabaikan Tika, seperti Tika mengabaikannya sekarang. Tapi kenapa Tika berkata seperti itu? Memangnya kenapa dengan membaca buku? Apa bedanya jika kegiatan paling dasar yang mereka lakukan sebenarnya adalah membaca?

Tika masih asyik dengan telepon genggamnya, dan Tiwi, yang enggan kelihatan bengong karena tidak mengoprasikan apa-apa, masih memegang buku, pura-pura membaca, tapi padahal berpikir:
Apa bedanya kalau saat itu yang mereka butuhkan adalah komunikasi dan informasi?
Apa bedanya kalau saat itu mereka sama-sama tidak di sana?
Apa bedanya kalau sebenarnya mereka sejenak lari dari realita menunggu makanan?

Bagi Tika dengan telepon genggamnya yang keberadaannya normal dalam ritual meja makan formal maupun nonformal.

Dan Tiwi dengan bukunya, yang bagi Tika selamanya akan absurd ada di tengah-tengah jeda waktu sebelum makanan sampai ke meja, apapun bentuk situasinya.

Friday 27 April 2012

"The idea of waiting for something makes it more exciting"
Andy Warhol

Saya rasa Andy benar.
Memang menunggu itu menyebalkan, tapi tidak selamanya, kan?

Apa yang lebih bergairah dari perasaan resah menunggu Pak Pos mengirim surat kelulusan SMA ke rumah? Daripada terburu-buru beli koran untuk tahu kau lulus atau tidak.

Betapa menyenangkannya bersabar di sepanjang jalan menuju rumah untuk memberi tahu Ibu bahwa UAS tadi kau kerjakan dengan lancar, betapa tidak ternilainya perasaan menyampaikan itu dengan langsung bertatap muka dengan beliau. Daripada hanya sekedar tulisan yang kata-katanya disingkat melalui pesan selular.

Betapa menyenangkannya ketidaksabaran menunggu hari untuk bertemu teman lama, untuk sekedar mengobrol apa yang terjadi saat kau tidak bersama, mendengar suaranya, melihat senyum lebarnya, menyadari garis-garis kerut bertambah pada keningnya saat ia mengernyit, dan menghabiskan 15 ribu untuk kopi dan camilan yang tak ada apa-apanya dibanding kehangatan rindu yang lebur karena temu. Tidak sebanding dengan berbincang via aplikasi obrol elektronik dengan pergi ke warnet yang dapat dilakukan kapanpun kita mau.

Betapa menyenangkannya bersabar menempuh puluhan kilometer menggunakan transportasi umum demi bertemu si dia, ia tahu kau akan mendatanginya dan ia menunggu dalam ketidakpastian tentang sudah berangkatkah kau, kapan kau tiba; yang ia tahu hanyalah kepastian bahwa kau akan datang. Dan ketukan yang kau buat pada pintunya, masih membuatnya tidak menyangka itu kau. Dan betapa tidak ternilainya ekspresi terkejut campur bahagia yang terpancar dari parasnya ketika melihat kau.

Kadang hidup mendadak menjadi ultra-cepat, hingga kita menjadi makhluk yang terburu-buru.
Kita jadi cepat bosan karena segalanya juga sudah segala cepat.
Kadang-kadang kita tidak menolerir jeda, karena jeda harus diisi dengan komunikasi yang juga harus ekstra cepat.

Informasi ini dengan cepat disusul informasi itu. Datang, lewat, lupa.
Dan kita sekuat tenaga tidak mau tertinggal.

Saturday 7 April 2012

Representasi Wanita dalam "Macbeth"


Halo, selamat hari sabtu =)
Siapa yang tidak tahu kisah klasik tentang Adam dan Hawa? Siapa pula yang tidak tahu mitologi Yunani yang mengisahkan Pandora dan kotaknya? Saya rasa kebanyakan dari kita mengetahui bahwa karena Hawa-lah (meskipun sebenarnya karena Iblis yang menghasut Hawa dan ada kemungkinan Adam itu termasuk suami takut istri) sekarang umat manusia menjalani kehidupan mortal di bumi. Karena Pandora-lah kejahatan dan keburukan menjadi merajalela di muka bumi. Dan katanya ada tiga hal yang mampu menjatuhkan dan melumpuhkan pria, satu diantaranya adalah wanita, setidaknya William Shakespeare setuju dengan hal itu; maka lahirlah sebuah drama tragedi yang bertitel Macbeth.



Dalam drama ini, karakter wanita utama memiliki peran penting dalam perkembangan karakter Macbeth. Karakter wanita yang pertama adalah tiga penyihir yang Macbeth temui dalam perjalanan pulangnya dari medan perang. Penyihir ini meramalkan bahwa Macbeth, yang saat itu bergelar Thane of Glamis (menurut Wikipedia Indonesia, thane itu semacam gubernur), akan segera menjadi Thane of Cawdor dan tidak lama lagi akan menjadi raja. Pada awalnya Macbeth tidak percaya pada para penyihir, karena pada saat itu penyihir dianggap makhluk yang jahat dan aneh (wanita tapi berjenggot). Namun setelah mendengar berita bahwa dirinya benar-benar diangkat menjadi Thane of Cawdor oleh sang raja sendiri, Macbeth pun mulai berpikir mungkin para penyihir itu benar dan mungkin juga ia kelak akan menjadi raja. Dan satu-satunya cara menjadi raja adalah dengan membunuh Duncan yang sedang menjabat pada saat itu. Agar ramalan para penyihir itu terwujud, bersama istrinya, Macbeth mulai merencanakan pembunuhan.

Karakter wanita yang kedua adalah Lady Macbeth, seorang istri yang ambisius. Karena tahu sifat suaminya yang plin-plan dan lembek, Lady Macbeth pun memanipulasi Macbeth dengan mempertanyakan kejantanan suaminya saat  Macbeth takut dan ragu akan rencana pembunuhan Duncan. Terprovokasi oleh hasutan istrinya, Macbeth pun kemudian ingin membuktikan bahwa dirinya adalah pria sejati dan  kemudian melancarkan pembunuhan atas Duncan. Karena kemampuannya dalam menghasut dan memanupulasi, Lady Macbeth bahkan disebut oleh seorang kritikus sastra bahwa dialah penyihir yang sebenarnya. 

Setelah membunuh Duncan dan menjadi raja, Macbeth tidak segan melakukan pembunuhan-pembunuhan lainnya. Lady Macbeth yang menjadi depresi setelah pembunuhan Duncan dan melihat suaminya berubah menjadi begitu ambisius dalam mengejar kekuasaan, akhirnya mati bunuh diri. Macbeth pun mulai dibenci oleh rekan-rekan sesama thane-nya. Tercetuslah perang melawan Macbeth. Dan pada akhir kisah, Macbeth pun menyadari bahwa ia salah mengartikan ramalan penyihir dan akhirnya mati di tangan Macduff yang lahir secara sesar (yang Macbeth tahu ia tidak akan terbunuh oleh siapapun yang terlahir melalui rahim wanita dengan persalinan normal).

Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa Shakespeare percaya wanita dapat membawa pria ke pada kejayaan sekaligus kehancuran karirnya. Karakter wanita (penyihir dan Lady Macbeth) digambarkan oleh Shakespeare sebagai sosok yang memiliki kemampuan untuk memengaruhi dan akhirnya menjatuhkan pria dan membawanya kepada kehancuran.

Jika ada pepatah mengatakan "behind every successful man there is a woman", lain halnya yang terjadi menimpa Macbeth. Macbeth adalah korban dari ramalan penyihir dan istri yang ambisius. So, behind the destruction of Macbeth, there are women. 


Sunday 1 April 2012

Songs to kick-start your day

Merry Sunday.
One of those fine things in the world is waking up to great songs in the morning. 
Here's my list:

1. Sigur Rós - Góðan Daginn
You will never have any idea what on earth Jónsi sings. Sigur Rós's music speaks for itself, more than their lyrics could. With its ethereal sound quality, Sigur Rós always gives me a mysterious thrilling rapture. Listen to it while having a glass of water in your front porch as you watch the sun rises. And, magically, you feel grateful for a chance to wake up alive again.


2. Jason Mraz - Make it Mine
Waking up has never felt this energetic. Just listen to the lyrics and you'll feel like you can do anything today.



3. Mew - Hawaii
Believe me, while you're still confused about your dream, it will burst you out of bed and lead you to the bathroom for a nice refreshing shower with its uplifting rhythm and atmosphere.


4. Suede - Positivity
This good ol' one never fails to cheer up my morning. Who else is going to tell you, with subtle cute British  accent, that: "the morning is for you, and the air is free, and the birds sing for you and your positivity."


5.  Jónsi - Animal Arithmetic
It's as if Jónsi suggests: put on your best dress and be happy. The breakfast's ready downstair and the weather is nice. Close your eyes for a moment and feel that you're so alive. And there you are set for the day.

Those are the songs that kick-start my day. What's your favourite morning songs? I'd love to know :)

Friday 30 March 2012

I'm just not good at picking colours

So, I shoot in B/W instead...








to be continued...

“When you photograph people in color, you photograph their clothes. But when you photograph people in Black and white, you photograph their souls!” 

Saturday 24 March 2012

Header Preview [for Aditryan]

Khusus ditujukan buat kau, Aditryan!
Kalau minat, kirim email ke dewisaraswati23(at)yahoo(dot)com.

Friday 23 March 2012

This Morning, KFC Coffee

FYI: That's not a pair of chopsticks hhahaha :D

Just trying KFC's new premium hazelnut coffee. You may want to try it too. The taste is good, the price is quite reasonable. Eventhough I accidentally burnt my tounge, it was all worth it.


Oh, by the way, nice quotation :)
-----------------------------------------------------------------------
[march twenty three at one forty four pm by citra]

Wednesday 21 March 2012

On Warung Lela and You

Apa itu Warung Lela?

Kedai di bilangan Dago Atas itu adalah tempat terbaik untuk mendapatkan coklat panas. Bukan sekedar coklat panas biasa; buat saya, coklat panas yang dijual di sana adalah produk terbaik untuk mengusir mood negatif. Coklat panas ajaib. Lokasinya ditempatkan di wilayah terbaik, dengan udara dan pemandangan terbaik di Bandung. Interiornya didesain agar kita merasa sedang duduk-duduk di paviliun rumah. Benda-benda antik dan furnitur kayu memberi kesan etnik dan klasik pada tempat itu.

Menunya memang tidak variatif, tidak lebih variatif dari menu restoran waralaba cepat saji. Tapi mereka menyajikan yamin manis terenak setelah yamin-nya Restorja. Didampingi oleh coklat panas yang ajaib itu, makan di Wale merupakan bentuk lain dari relaksasi setelah penat berkegiatan sepanjang hari.

Jika senja berlalu - tidak seperti di lagu - hati tidak akan jadi pilu, karena musik pop taun 90 sampai awal 2000an yang dimainkan lewat pengeras suara dalam volume rendah secara konstan memanjakan indera pendengaran.

Tapi ini bukan promosi.

Kamis itu, saat kehabisan tiket Mancawarna Sarasvati, dan takut terjebak hujan, kita ke Wale, bersama untuk pertama kalinya.
Saat itu Wale seperti biasa. Tempat terbaik untuk mendapatkan coklat panas dan yamin manis, dengan udara, pemandangan, dan interior ruangan terbaik.

Yang tidak biasa hari itu, saya berlama-lama.

Lama. Empat jam, kalau tidak salah
.
Benar saja, turun hujan. Dari sore, petang, hingga malam.

Hari itu,
Tidak biasa, karena di sana saya satu meja dengan kamu.
Selama empat jam dalam komunikasi verbal-visual yang menyenangkan.


Dan sejak saat itu,

Kamu, hehe, iya kamu mengubah segalanya yang saya tahu tentang Wale.


Karena mulai hari itu, Wale tidak pernah akan sama lagi buat saya.
Bukan lagi kedai terbaik yang menjual coklat panas ajaib.
Bukan interior, udara, pemandangan, aroma yamin manis-nya, atau musik pop kesayangan yang bikin betah.

Semua itu tidak jadi cukup lagi, karena, Wale akan lebih baik dikunjungi jika bersama kamu.

For some of you who are coming from outside Bandung (or from Bandung as well), you may wonder what Warung Lela is.
Warung Lela, a noodle shop around Dago Atas, is the best place to get a cup of hot chocolate. As for me, it's not just an ordinary hot chocolate; it's the best product that can get rid of any negative moods. You can name it a magical hot chocolate.
The shop is located at the best terrain, with the best air and scenery on Bandung. Its interior design makes you feel like you are sitting in Grandma's warm living room. The knick-knacks, antique decorations and wooden furniture just give the place a touch of ethnicity.

The menu is not so varied though, not more than that of fast food joint. Yet they have the tastiest yamien ever tasted. Along with that magical hot chocolate, dining at Wale is a sort of relaxation after a long stressful day.

As the day turns into night, you wont be in blue since pop songs around 90s and late 2000s are continually soothing your ear bud in a low volume.

But this is neither another advertisement nor review. I'm not paid for this.

It's about that Thursday.
We missed out on the ticket to Mancawarna Sarasvati and it looked like rain. So we headed off to the upper Dago to get some food and shelter. So, to Wale we went, together for the first time.

That Thursday, Wale was just usual. The best place to get a cup of hot chocolate and yamien, with its best scenery and decorations.

Unusual thing was that I lingered... for four hours if not mistaken. It was raining, just like what we had predicted.

That Thursday
was unsual, because I sat there, engaged for four hours in a nice verbal-visual conversation with you.

And from that day on, you changed all the things I know about Wale.
Wale is never the same again.
It's no longer a noodle shop to get the best hot chocolate.
It's no longer the interior design, the air, the scenery, the sweet smell of yamien, or the pop musics that matter.
They are never satisfying enough, not without you.

Because it's you that will light up the place alive.







Warung Lela
Jl. Kupa No. 6, Rancakendal, Dago Atas
-----------------------------------------------------------------------
for all the celebration :)
[march twentyone four minute to twelve pm by citra]

Friday 16 March 2012

Brand New Header


Say hello to my brand new header, say goodbye to the old emotional one, and say no to drugs. How does it look? Pretty good, huh?

Well, for a choosy person like me, deciding what's the best header for my blog is just an epic feat (like choosing topic for my final research). Hahahaha :D

After hours desperately browsing the net to get inspired and meditating under the bodhi tree finally I found my old photographs in 2010 photo archives. Drag and drop it to Photoshop and add my blog title on in and it's set. So, here I am with my brand new header. No more blackish emotional touch.

Anyway, for your information, the scenery image used for the header is my own photograph (in case you're wondering whose photograph is that). It was taken around Subang back in 2010. I used my old slr camera, Yashica FX 2000, with ISO 200 expired negative film.
It's nice to back to analog sometimes, isn't it? And, oh, how I love the typeface :)

-----------------------------------------------------------------------------
[march sixteen on one pm by citra]

Sunday 11 March 2012

If You're Feeling Sinister*

Hollaback!

Is it normative to post multiple posts a day?

Well, who cares. I don’t think I’ve ever acquired a wide readership. It never occurs to me though. Only God knows who read this. But, yeah, I post anyway. Hahaha :D

Soon after the previous post, I was staring at the screen, fixedly at my blog, and I feel like: “What was I thinking? Why did I choose black? It looks damn gloomy. I feel like reading a blog of an emo.”

I know, I know, previous theme was so sinister. Let see if I can pimp it up a bit later (if only I have the goddamn time), so it would not look like telling sad, sad, sad, emotional stories. Because, I’m not really that sad, am I?

Oh, shut up, Dinkleberg! I know I’m slightly miserable.

-----------------------------------------------------------------------------------

*Belle and Sebastian's song

[still march eleven, three thirty pm, by citra]

Melankolia


Cholil Mahmud of Efek Rumah Kaca performing Melankolia at Universitas Parahyangan, February 12, 2011.

Aloha, long time no post and suddenly came up with the picture and annoying title, not that I mention that I am in the state of melancholia, oh no, no, no, as a matter of fact, I am melancholic no more.

Well, not much to say in this sour if not bitter rendezvous. Just to make you, anyone nearby, aware that I'm back in business posting another annoying posts *evil grin, evil horns, evil tail*.
So, get prepared, mi señor y señora. Hasta la vista!

------------------------------------------------------------------------------------
will. post again. soon
[march eleven, twenty twelve at eight ante meridiem by citra]