Tuesday 1 May 2012

Telepon Genggam dan Buku


Tika dan Tiwi pergi ke sebuah restoran untuk makan siang. Setelah memesan makanan, mereka sama-sama punya satu waktu senggang bersamaan, yaitu menunggu makanan terhidang. Karena intensitas pertemuan mereka yang besar, terkadang mereka kehabisan topik untuk dibicarakan. Daripada berdiam, mereka pun mulai menyibukkan diri, sekedar mengalihkan perhatian.

Adalah normal melewati kesenggangan itu dengan memegang, mengoprasikan, atau memilin-milin telepon genggam. Kebanyakan orang seperti itu. Itulah yang Tika bilang normal.

Dan Tika tertawa melihat Tiwi mengeluarkan buku dan membacanya, sedang Tika sendiri membaca dan mengetik sms yang isinya memberitahu pacarnya bahwa ia sedang makan siang.

Respon Tika ketika menyadari bahwa temannya tengah membaca adalah: “Cieee, baca buku. Simpen dulu ih, masa mau makan baca?” Seolah-olah bagi Tika, membaca bukan hal yang normal. Tidak jika sambil menunggu makanan.

Tiwi mendongak menatap Tika yang barusan bicara dan sekarang asyik lagi dengan telepon genggamnya, maka ia pun memilih diam saja dan kembali ke bacaannya. Ia juga merasa bahwa membaca buku tidak cocok dalam waktu-waktu seperti ini. Jika saja telepon genggamnya tidak tertinggal di rumah, pasti saat ini ia juga sedang asyik mengobrol lewat sms dan mengabaikan Tika, seperti Tika mengabaikannya sekarang. Tapi kenapa Tika berkata seperti itu? Memangnya kenapa dengan membaca buku? Apa bedanya jika kegiatan paling dasar yang mereka lakukan sebenarnya adalah membaca?

Tika masih asyik dengan telepon genggamnya, dan Tiwi, yang enggan kelihatan bengong karena tidak mengoprasikan apa-apa, masih memegang buku, pura-pura membaca, tapi padahal berpikir:
Apa bedanya kalau saat itu yang mereka butuhkan adalah komunikasi dan informasi?
Apa bedanya kalau saat itu mereka sama-sama tidak di sana?
Apa bedanya kalau sebenarnya mereka sejenak lari dari realita menunggu makanan?

Bagi Tika dengan telepon genggamnya yang keberadaannya normal dalam ritual meja makan formal maupun nonformal.

Dan Tiwi dengan bukunya, yang bagi Tika selamanya akan absurd ada di tengah-tengah jeda waktu sebelum makanan sampai ke meja, apapun bentuk situasinya.

1 comment: