Sereal Sarapan, Anggar, dan Sesal

Pagi ini saya pergi ke warung Bude. Letaknya tidak terlalu jauh dari rumah saya.

Seperti biasa, saya beli sereal sarapan , tentunya untuk sarapan. Kebetulan, sereal dalam kemasan sachet yang biasa saya beli stoknya sudah habis di warung Bude, jadi Bude menawarkan saya sereal lain bermerk dalam negeri. Saya beli.

Bude bilang sama saya, si Mas Yoga hari ini mau ke Karawang, terus ke Palembang. Pertandingan anggar katanya.

Bude bertanya kenapa saya berhenti, padahal sayang, kalau diteruskan mungkin sekarang saya sudah jadi atlit anggar. Bude juga bilang kemarin si Mas dapet sepuluh juta dari pertandingan. Wow, kata saya dalam hati.

Sembari bertransaksi dengan Bude, saya merasakan kelebat sesal yang familiar di dada saya. Dan kemudian melintaslah, dengan kecepatan cahaya, memori yang dulu. Ke beberapa tahun yang lalu.

Waktu sekolah menengah pertama, saya pernah ikut klub anggar dekat rumah. Yang ngasuh itu Pa Ferdian, atlit anggar asal Karawang yang sudah jadi atlit kelas nasional. Beberapa bulan sampai pertandingan anggar pertama tingkat kota, saya masih bersemangat untuk terus berada dalam cabang olah raga ini. Tapi karena kemalasan saya, saya pun vakum, bisa dibilang berhenti.

Lama setelah itu, saya masuk SMA, dan saya tiba-tiba ingin coba-coba untung beranggar lagi. Pa Ferdian dengan senang hati menerima saya. Tidak begitu lama setelah bergabung, saya menemukan prioritas lain, dan meninggalkan anggar lagi. Prioritas apa itu? Sebaiknya tidak usah saya bahas.

Lalu, dengan kecepatan cahaya juga,

Bude menyadarkan saya dari lamunan sesaat dengan menyodorkan belanjaan. Saya ambil belanjaan saya itu dan pergi sembari pamit pada Bude, dan Pade yang sedang menyemir sepatu.

Pagi ini, sesal menjadi teman sereal sarapan saya.

*Anehnya, sereal sarapan ini menghadiahi saya stiker dengan gambar tokoh kartun dari negara tetangga sebelah. Lalu, sambil melahap sarapan, saya bertanya-tanya, kenapa gambarnya bukan Deni Manusia Ikan saja sih?